Minggu, 14 Oktober 2012
KEMULIAAN MAULID NABI MUHAMMAD SAW
dalam kitab tarsyih al mustafsyidin
sesungguhnya asal maulid yang mana dilakukan dengan keadaan berkumpul dan membaca al qur'an dan menceritakan peristiwa kelahiran atau permulaan kenabian nabi saw dan dihidangkannya makanan kepada para hadirin tanpa adanya unsur berlebihan hukumnya adalah
bid'ah hasanah yang berpahala dikarenakan
1.mengagungkan derajad rasululloh.
2.menunjukkan kegembiraan.
3.dan mendambakan mendapat kegembiraan dengan memperingati hari kelahiran nabi yang mulia.
dalam kitab mausu'ah al yusufiyyah
cara merayakan kemuliaan maulid nabi itu tidaklah ditentukan dengan cara-cara khusus
yang wajib dalam maulid nabi adalah
1.mengajak pada kebaikan.
2.dan membuat manusia bertambah ta'at.
3.menambah kemanfaatan pada agama dan dunia.
dan dengan cara seperti itulah maulid nabi dipraktekkan dan terhitung perbuatan yang khusul (berpahala)
cara-cara agar maulid nabi bisa kushul adalah
1.maulid diisi dengan menuturkan kisah-kisah keutamaan rasulillah .
2.maulid diisi menuturkan jihad-jihadnya rasulillahdan ke khususan nya.
3. maulid diisi dengan mauidloh (nasehat-nasehat)
4.maulid diisi dengan qiro'atil qur'an.
dalam kitab alhawi alfatawa dan dalam kitab ni'mat alkubro
cara memperingati maulid rasulillah juga dapat dilakukan dengan cara
memperbanyak berbuat kebajikan
memperbanyak bersedekah dan ibadah-ibadah lainnya.
adapun memberikan makanan serta mengundang saudara dalam peringatan maulid tidaklah dimakruhkan karena dalam hal ini terkandung kebajikan dan bentuk rasa syukur.
dan perbuatan-perbuatan diatas HARUS DI NIATI KEBAIKAN UNTUK MERAYAKAN MAULID NABI.
syehk al barzanji mengatakan وفي ذلك يقول البرزنجي: (هذا وقد استحسن
القيام عند ذكر مولده الشريف أئمة ذو رواية وروية، فطوبى لمن كان تعظيمه صلى الله عليه وسلم غاية مرامه ومرماه).
بل قد أوجب بعضهم القيام، وفي ذلك يقول المناوي في مولده ما نصه: (ويجب معشر الحاضرين والسامعين القيام عند ذكر مولده الشريف تعظيماً لقدوم ذاته البهية، فيا سعادة من وقف تعظيماً له على الأقدام).
Ibnu Hajar al-Asqolani dalam kitab Fatawa Kubro menjelaskan:"Asal melakukan maulid adalah bid'ah, tidak diriwayatkan dari ulama salaf dalam tiga abad pertama, akan tetapi didalamnya terkandung kebaikan-kebaikan dan juga kesalahan-kesalahan. Barangsiapa melakukan kebaikan di dalamnya dan menjauhi kesalahan-kesalahan, maka ia telah melakukan buid'ah yang baik (bid'ah hasanah). Saya telah melihat landasan yang kuat dalam hadist sahih Bukhari dan Muslim bahwa Rasulullah s.a.w. datang ke Madina, beliau menemukan orang Yahudi berpuasa pada haru Asyura, maka beliau bertanya kepada mereka, dan mereka menjawab:"Itu hari dimana Allah menenggelamkan Firaun, menyelamatkan Musa, kami berpuasa untuk mensyukuri itu semua. Dari situ dapat diambil kesimpulan bahwa boleh melakukan syukur pada hari tertentu di situ terjadi nikmat yang besar atau terjadi penyelamatan dari mara bahaya, dan dilakukan itu tiap bertepatan pada hari itu. Syukur bisa dilakukan dengan berbagai macam ibadah, seperti sujud, puasa, sedekah, membaca al-Qur'an dll. Apa nikmat paling besar selain kehadiran Rasulullah s.a.w. di muka bumi ini. Maka sebaiknya merayakan maulid dengan melakukan syukur berupa membaca Qur'an, memberi makan fakir miskin, menceritakan keutamaan dan kebaikan Rauslullah yang bisa menggerakkan hati untuk berbuat baik dan amal sholih. Adapun yang dilakukan dengan mendengarkan musik dan memainkan alat musik, maka hukumnya dikembalikan kepada hukum pekerjaan itu, kalau itu mubah maka hukumnya mubah, kalau itu haram maka hukumnya haram dan kalau itu kurang baik maka begitu seterusnya".
Jalaluddin As-Suyuthi, di dalam bukunya "Husnul Maqshid fi 'Amalil Maulid" memberikan penjelasan tentang maulid Nabi Saw dalam rangka menjawab pertanyaan yang diajukan kepadanya tentang kegiatan maulid Nabi Saw pada bulan Rabi'ul Awwal: Apa hukumnya dalam pandangan syariah? Apakah kegiatan itu terpuji atau tercela? Dan apakah pelakunya mendapatkan pahala? Dia berkata, "Jawabannya, menurutku, bahwa hukum dasar kegiatan maulid -yang herupa berkumpulnya orang-orang yang banyak; membaca beberapa ayat-ayat Al Quran; menyampaikan 'khabar-khabar' yang diriwayatkan tentang awal perjalanan hidup Nabi Saw dan tanda-tanda kebesaran yang terjadi pada waktu kelahiran Beliau; kemudian dihidangkan makanan untuk mereka dan mereka pun makan bersama; lalu mereka heranjak pulang, tanpa ada tambahan kegiatan lain- adalah termasuk bid'ah hasanah (bid'ah baik) dan diberikan pahala hagi orang yang melakukannya. Karena dalam kegiatan itu terkandung makna mengagungkan peran dan kedudukan Nabi Saw serta menunjukkan suka cita dan kegembiraan terhadap kelahiran beliau." Imam Suyuthi membantah orang yang berkata, "Aku tidak mengetahui dasar hukum perayaan maulid ini di dalam Al Quran maupun di dalam Sunnah," dengan mengatakan, "Ketidaktahuan terhadap sesuatu tidak lalu herarti tidak adanya sesuatu itu,". Beliau juga menjelaskan bahwa Imam para hafizh, Abu Fadhl Ibnu Hajar -semoga Allah merahmatinya-, telah menjelaskan dasar hukumnya dari Sunnah. Imam Suyuthi sendiri juga mengemukakan dasar hukumnya yang kedua dan menjelaskan bahwa bid'ah tercela adalah perkara baru yang tidak ada hubungannya sama sekali dengan dalil syariat. Adapun jika ada hubungan yang kuat dengan dalil syariat yang memujinya, maka perkara itu tidak tercela.
dalam kitab alhawi lil fatawa Imam Suyuti berkata: "Menurut saya asal perayaan maulid Nabi SAW, yaitu manusia berkumpul, membaca al-Qur'an dan kisah-kisah teladan Nabi SAW sejak kelahirannya sampai perjalanan hidupnya. Kemudian dihidangkan makanan yang dinikmati bersama, setelah itu mereka pulang. Hanya itu yang dilakukan, tidak lebih. Semua itu tergolong bid'ah hasanah. Orang yang melakukannya diberi pahala karena mengagungkan derajat Nabi SAW, menampakkan suka cita dan kegembiraan atas kelahiran Nabi Muhamad SAW yang mulia".
Dalil-dalil yang memperbolehkan melakukan perayaan Maulid Nabi s.a.w.
1. Anjuran bergembira atas rahmat dan karunia Allah kepada kita. Allah SWT berfirman:
قُلْ بِفَضْلِ اللّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُواْ هُوَ خَيْرٌ مِّمَّا يَجْمَعُونَ
“Katakanlah: "Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan. QS.Yunus:58.
adapun tafsirnya disebutkan dalam kitab
تفسير الطبري
حدثني علي بن الحسن الأزدي قال : حدثنا أبو معاوية عن الحجاج عن عطية عن أبي سعيد الخدري في قوله : ( قل بفضل الله وبرحمته فبذلك فليفرحوا ) ، قال : بفضل الله ، القرآن ( وبرحمته ) أن جعلكم من أهله .
karunia alloh adalah alqur'an adapun rohmatnya alloh adalah dijadikannya manusia ahlul qur'an.
حدثني يحيى بن طلحة اليربوعي قال : حدثنا فضيل عن منصور عن هلال بن يساف : ( قل بفضل الله وبرحمته فبذلك فليفرحوا ) ، قال : بالإسلام الذي هداكم ، وبالقرآن الذي علمكم
karunia dan rohmatnya alloh adalah dengan adanya islam dan al qur'an.
دثنا بشر قال : حدثنا يزيد قال : حدثنا سعيد عن قتادة : ( قل بفضل الله وبرحمته فبذلك فليفرحوا ) ، أما فضله فالإسلام ، وأما رحمته فالقرآن
karunia alloh adalah agama islam adapun rohmatnya adalah al qur'an.
محمد بن عبد الأعلى قال : حدثنا محمد بن ثور عن معمر عن الحسن : ( قل بفضل الله وبرحمته ) ، قال : فضله : الإسلام ، ورحمته القرآن
karunia alloh adalah islam adapun rahmatnya alloh adalah al qur'an.
تفسير القرطبي
قوله تعالى قل بفضل الله وبرحمته قال أبو سعيد الخدري وابن عباس رضي الله عنهما : فضل الله القرآن ، ورحمته الإسلام . وعنهما أيضا : فضل الله القرآن ، ورحمته أن جعلكم من أهله . وعن الحسن والضحاك ومجاهد وقتادة : فضل الله الإيمان ، ورحمته القرآن ; على العكس من القول الأول . وقيل غير هذا .
karunia alloh adalah al qur'an dan ke imanan adapun rahmatnya alloh adalah menjadi ahlul qur'an dan adanya islam.
dan dikatakan adalah selain dari hal-hal tersebut yaitu hal-hal yang semakna dengan perkara-perkara tadi semisal adanya rasululloh yang mana RASULULLOH memang sebagai rahmatan lil alamin.
أن الفرح به صلى الله عليه وسلم مطلوب بأمر القرآن من قوله تعالى: (قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ).
فالله تعالى أمرنا أن نفرح بالرحمة والنبي صلى الله عليه وسلم أعظم الرحمة. قال تعالى:(وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ)..
Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam. (AL ANBIYA' 107)
Tujuan Allah SWT mengutus Nabi Muhammad yang membawa agama-Nya itu, tidak lain hanyalah agar mereka berbahagia di dunia dan di akhirat. Orang-orang yang beriman dan mengikuti petunjuk agama itu akan memperoleh rahmat dan Allah berupa rezeki dan karunia di dunia dan di akhirat nanti mereka akan memperoleh rahmat berupa surga yang disediakan Allah bagi mereka. Sedang orang-orang yang tidak beriman akan memperoleh rahmat pula, karena dengan cara yang tidak langsung mereka mengikuti sebagian ajaran-ajaran agama itu, sehingga mereka memperoleh kebahagiaan hidup di dunia. Jika dilihat sejarah manusia dan kemanusiaan, maka agama Islam adalah agama yang berusaha sekuat tenaga menghapuskan perbudakan dan penindasan oleh manusia terhadap manusia yang lain. Seandainya dibuka pintu perbudakan hanyalah sekadar untuk mengimbangi perbuatan orang-orang kafir terhadap kaum Muslimin itu. Sedangkan jalan-jalan untuk menghapuskan perbudakan dibuat sebanyak-banyaknya. Demikian pula prinsip-prinsip musyawarah yang ditetapkan agama Islam lebih tinggi nilainya dari prinsip-prinsip demokrasi yang selalu diagung-agungkan. Perbaikan perbaikan tentang kedudukan wanita yang waktu itu hampir sama dengan binatang, dan pengakuan terhadap kedudukan anak yatim, perhatian terhadap fakir dan miskin, permtah melakukan jihad untuk memerangi kebodohan dan kemiskinan, semuanya diajarkan oleh Alquran dan Hadis, kemudian dijadikan sebagai dasar perjuangan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Dengan demikian seluruh umat manusia memperoleh rahmat, baik yang langsung atau tidak langsung dari agama yang dibawa Muhammad. Tetapi kebanyakan manusia masih mengingkari padahal rahmat yang mereka peroleh itu adalah rahmat dan nikmat Allah SWT.
تفسير القرطبي
وله تعالى : وما أرسلناك إلا رحمة للعالمين قال سعيد بن جبير عن ابن عباس قال : كان محمد - صلى الله عليه وسلم - رحمة لجميع الناس فمن آمن به وصدق به سعد ، ومن لم يؤمن به سلم مما لحق الأمم من الخسف والغرق . وقال ابن زيد : أراد بالعالمين المؤمنين خاصة .
2. Rasulullah SAW sendiri mensyukuri atas kelahirannya. Dalam sebuah Hadits dinyatakan:
عَنْ أَبِيْ قَتَادَةَ الأَنْصَارِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ: أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُئِلَ عَنْ صَوْمِ الْإِثْنَيْنِ فَقَالَ فِيْهِ وُلِدْتُ وَفِيْهِ أُنْزِلَ عَلَيَّ . رواه مسلم
"Dari Abi Qotadah al-Anshori RA sesungguhnya Rasulullah SAW pernah ditanya mengenai puasa hari senin. Rasulullah SAW menjawab: Pada hari itu aku dilahirkan dan wahyu diturunkan kepadaku". (H.R. Muslim, Abud Dawud, Tirmidzi, Nasa'I, Ibnu Majah, Ahmad, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, Ibnu Abi Syaibah dan Baghawi).
3. Diriwayatkan dari Imam Bukhori bahwa Abu Lahab setiap hari senin diringankan siksanya dengan sebab memerdekakan budak Tsuwaybah sebagai ungkapan kegembiraannya atas kelahiran Rasulullah SAW. Jika Abu Lahab yang non-muslim dan al-Qur'an jelas mencelanya, diringankan siksanya lantaran ungkapan kegembiraan atas kelahiran Rasulullah SAW, maka bagaimana dengan orang yang beragama Islam yang gembira dengan kelahiran Rasulullah SAW.
Memperbolehkan perayaan maulid Nabi, dengan syarat diisi dengan amalan-amalan yang baik, bermanfaat dan berguna bagi masyarakat. Ini merupakan ekspresi syukur terhadap karunia Allah yang paling besar, yaitu kelahiran Nabi Muhammad dan ekspresi kecintaan kepada beliau.
Menganjurkan maulid, karena itu merupakan tradisi baik yang telah dilakukan sebagian ulama terdahulu dan untuk mengkonter perayaan-perayaan lain yang tidak Islami.
Etika merayakan Maulid Nabi
Untuk menjaga agar perayaan maulid Nabi tidak melenceng dari aturan agama yang benar, sebaiknya perlu diikuti etika-etika berikut:
1. Mengisi dengan bacaan-bacaan shalawat kepada Rasulullah SAW.
Allah SWT berfirman:
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً
"Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman! Bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya". QS. Al-Ahzab:56.
2. Berdzikir dan meningkatkan ibadah kepada Allah.
Syekh Husnayn Makhluf berkata dalam kitab fatawa syar'iyyah : "Perayaan maulid harus dilakukan dengan berdzikir kepada Allah SWT, mensyukuri kenikmatan Allah SWT atas kelahiran Rasulullah SAW, dan dilakukan dengan cara yang sopan, khusyu' serta jauh dari hal-hal yang diharamkan dan bid'ah yang munkar".
3. Membaca sejarah Rasulullah s.a.w. dan menceritakan kebaikan-kebaikan dan keutamaan-keutamaan beliau.
3. Memberi sedekah kepada yang membutuhkan atau fakir miskin.
4. Meningkatkan silaturrahmi.
5. Menunjukkan rasa gembira dan bahagia dengan merasakan senantiasa kehadiran Rasulullah s.a.w. di tengah-tengah kita.
6. Mengadakan pengajian atau majlis ta'lim yang berisi anjuran untuk kebaikan dan mensuri tauladani Rasulullah s.a.w.
dalam kitab haulul ihtifal
perayaan maulid yang bernuansa keharaman adalah apabila dilakukan dengan cara
1.memperingati maulid nabi dengan adanya perkumpulan laki-laki dan perempuan.
2.memperingati maulid nabi dengan berlebih-lebihan atau pemborosan.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar